Minggu, 06 Juli 2008

Profile Pendeta GKJ WPM Semarang


1. Keterangan di dalam KTP

Nama : Teguh Prasetyo Adi Pria

Kelahiran : Cilacap, 09-07-1975

Alamat : RT/RW 007/004 Tegalreja, Cilacap Selatan

Agama : Kristen

Status : Kawin

Kewargaan : Indonesia

Golongan darah : B

2. “Dilahirkan pada hari Rebo Wage, sembilan Juli tujuh lima. Dengan nama Teguh Prasetyo Adi. Anak pertama dari empat bersaudara.
Teguh berarti kuat, kokoh. Prasetyo berarti janji, ikrar. Adi berarti agung atau indah. Jadi, lahir
sebagai tugu peringatan yang menandai kokohnya ikrar keagungan cinta kasih antara Bapak
Yosafat Tukiman Broto Suwito dan Ibu Dakiyah.

3.
Dalam silsilah keluarga tidak ada darah rohaniwan. Baik Bapak maupun Ibu bukan atau belum
pernah menjadi majelis dan bukan juga aktivis gereja. Jemaat biasa. Mungkin malah luar biasa.
Karena lebih akrab dengan pasar daripada dengan gereja. Dalam sehari, Bapak bisa
lima kali pergi ke pasar. Maklum, mereka jualan makanan di rumah…
Jadi, ke gereja seminggu sekali, kalo ingat dan tidak ada rapat. Ibu juga, seminggu sekali. Jika
tidak ada arisan…


4.
Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar di TK dan SD Pius Bersubsidi Cilacap. Sebuah peristiwa
yang mungkin tidak akan pernah dilupakan:
Ketika sedang upacara bendera, Suster Kepala Sekolah memberi nasehat, “…Lebih sulit menjadi orang baik daripada menjadi orang yang pinter…”
Menghabiskan SMP dan SMA di Kebumen bersama Pak Dhe dan Bu Dhe. Bu Dhe adalah Majelis GKJ Kebumen. Beliau termasuk majelis sejati. Pagi turun, siang sudah berkibar, menjabat majelis lagi. Pak Dhe adalah guru Injil, penguasa wilayah Karang Sambung, Giri Tirto, Pengaringan dan
sekitarnya. Kotbah Minggu, berangkat Sabtu, pulang Senin sudah menjadi jadwal rutin, mengingat

medan
yang naik-turun gunung. Sondahskul’, kataksasi, Pemahaman Alkitab dan kegiatan
kerohanian lainnya jarang absen, karena tempat tinggal kami di depan gereja.


5.
Lepas SMA tahun 1994, masuk Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta. Di fakultas ini saya ngangsu kawruh. Seperti Adam yang masuk Taman Eden saya diperkenalkan
dengan pengetahuan, yang baik dan buruk. (Di Fakultas Teologi waktu itu masih ada taman yang
kami sebut
Taman Eden-mungkin sekarang sudah dibongkar-dengan pohon-pohon mangga yang
tidak pernah lebat buahnya karena sering dicuri mahasiswa-mahasiswinya). Karena pengetahuan
itu maka pandangan menjadi lebih terbuka. Misalnya, ternyata
medan pelayanan begitu luas dan
melayani tidak harus menjadi pendeta.
Tahun 1998, sempat ‘disekolahkan’ ke Biara Taize,
Perancis.


>> Halaman awal